Jumat, 27 Januari 2012

Surat Untuk Tuhan

Dear God..
Semoga Kau tetap dalam singgasana kekuasaanMu

Tuhan.. bulan ini aku telah melakukan banyak kesalahan, hampir-hampir melanggar janji yang telah ku buat. Tuhan.. aku telah berusaha menjaganya, namun ada kekuatan besar yang ikut campur di dalamnya (aku curiga kaki tanganmu terlibat ). Telah ku coba menghadapinya namun godaan ini begitu berat hingga aku harus bersembunyi beberapa saat.. Setelah lelah bersembunyi dan hampir putus asa akhirnya kuadukan masalah ini padaMu.

Sebenarnya apa yang ku perbuat bulan ini merupakan keterjebakan diriku terhadap situasi yang Kau ciptakan, aku tak tahu harus bagaimana, aku butuh petunjukmu atau mungkin ini juga situasi yang kau ciptakan untukku. Aku tahu kau tentu sudah mendengarnya dari laporan para malaikatmu, bahkan tanpa itupun aku juga yakin Kau tahu, tapi tentu akan lebih baik jika aku sendiri yang menceritakan padaMu. Bukan untuk pembenaran diriku namun sekedar memberikan gambaran posisiku dalam situasi ini.

Baiklah masalah ini dimulai dari perempuan yang bernama Lika (selalu berawal dari perempuan), seorang yang berkarakter, keras, dan tentu saja manis (Tuhan mengapa aku selalu lemah dengan godaan semacam ini). Aku bertemu dengannya dalam pertunjukan teater di taman budaya, orangnya masih muda namun sangat semangat mendiskusikan akhir pertunjukan yang sangat mendeskreditkan perempuan, pertunjukan itu sendiri menceritakan tokoh Arin yang harus bunuh diri untuk membuktikan bahwa ia masih suci ketika ditinggal suaminya Gipang pergi menjadi TKI. Lika bersikeras lelaki terlalu menuntut kehidupan perempuan, padahal tidak sebaliknya dengan perempuan, ini dibuktikan dengan Arin yang tidak mempermasalahkan apa yang dilakukan Gipang di Korea selain berkerja di pabrik (tentu maksudnya kebutuhan biologis Gipang). Hal ini berbeda dengan Gipang yang selalu curiga bahwa Arin ada main dengan Treka tukang jahit disimpang jalan, karena isunya lelaki tersebut terus membujang karena menunggu cinta Arin, apalagi setelah Gipang pergi menjadi TKI.

Tuhan.. menurutku Gipang sebenarnya percaya pada Arin bahkan cenderung penurut pada istrinya tersebut, bahkan orang kampung menjulukinya suami lebai. Namun kata-kata orang-orang kampung membuat telinga merah dan hati membara, akhirnya kepalanya pusing dan mulai minum-minuman yang berakohol, disaat mabuklah ia baru berani pulang, berani marah dan mulai memaki-maki Arin. Puncaknya ia minta pembuktian bahwa Arin memang tidak melakukan seperti yang dikatakan orang kampung, dan pembuktian Arin dengan meminum racun serangga yang dibeli dari uang hasil Gipang di Korea. (Tuhan kalau sudah begini bagaimana nasib Arin di akherat nanti, bukankah ia hanya korban )

Kembali pada Lika, ia bersama perempuan lain (yang ku yakin aktivis gender) terlibat seru dalam diskusi dengan sutradara pertunjukan yang kalau kutarik-tarik ujungnya tentang budaya patriaki yang merugikan kaum perempuan. Kebetulan sutradaranya Frate temanku, dan aku khusus diundang untuk menemani kegugupannya, tentu saja pada saat-saat dikeroyok aktivis perempuan sekarang ini peranku jadi lebih penting dalam menemaninya. Frate sudah kewalahan menghadapi serangan-serangan tingkat tinggi, alibinya tentang realitas social yang coba ia angkat ke panggung menjadi mental dengan argument pengkristalan nilai lewat pertunjukan adalah pensosialisasian budaya patriaki yang dianggap wajar oleh masyarakat umum. Aku yang tadinya tak ingin terlibat langsung, akhirnya harus ikut ambil bagian karena tak tega melihat Frate (Tuhan aku yakin ada peran malaikat penggerak hati yang dengan sengaja membuatku bicara) . Ku cari moment yang pas.. dan ketika saat itu datang..

“ saya pikir Arin dan Gipang sama-sama korban nilai-nilai social”
“ mengapa begitu..? “ celetuk salah seorang perempuan
“ karena baik Arin dan Gipang ketika lahir sudah harus mengikuti aturan yang sudah dibuat oleh masyarakat…”
“ maksudnya bagaimana menjadi perempuan ?” potong Lika
“ dan bagaimana menjadi seorang laki-laki “ lanjutku sambil melihat padanya ( oh tuhan aku baru sadar ia begitu cantik dan muda) dalam beberapa detik aku menikmati matanya. ( aku yakin pada saat-saat inilah malaikat berperan besar merekam mata itu dalam memoriku dan terus memutarnya ulang).
“ Arin menjadi korban dari budaya patriaki yang menempatkan ia sebagai inferior” tukas ku “ dan Gipang juga tak dapat lari dari budaya patriaki dalam menghadapi situasi ini, hanya saja perannya lebih ordinan” lanjutku
“tetap saja laki-laki diuntungkan” potong yang lain
“ ya… tapi tidak menyimpulkan bahwa memang itu yang laki-laki mau sekarang,.. kalau ingin dirubah.. jangan laki-lakinya.. namun nilai-nilai sosialnya” jawabku diplomatis.
“ ehm.. saya baru mendengar hal seperti ini.. tapi saya pikir itu masuk akal” komentar Lika (hai..aku punya pendukung, diskusi ini tidak berat sebelah lagi). Freta berterimakasih lewat tatapannya.

Gedung teater tertutup sudah mulai sepi, malampun semakin tinggi. Freta masih melakukan evaluasi bersama seluruh pemain dan kru di atas panggung. Aku duduk menunggunya di kursi yang memang sudah banyak kosong.
“ hai.. saya Lika” tiba-tiba tangan lembut memukul pundakku pelan (sebenarnya tidak tiba-tiba, karena sebelumnya aku dan dia sudah saling melempar pandang, hanya saja untuk memulai dia yang lebih punya keberanian, mungkin pengaruh kesetaraan yang ia anut)
“ Rada..” balasku ( ia gadis kecil yang energik, 20 tahun taksirku )
Selanjutnya kami terlibat dalam diskusi kecil (selalu ini yang menjadi pengantar), Lika tipe yang haus sesuatu yang baru, komunikatif dan baru mengakui kebenaran ketika diterima oleh akalnya (hm..hm.. perempuan.., mahlukmu yang unik Tuhan). Obrolan kami terhenti ketika Freta mengajak ku pulang, tentu dengan cara menghampiri dan duduk diam kelelahan, kamilah yang mengerti keinginannya. Sebelum berpisah kami sempat bertukar no HP.
“ bang Freta jangan kapok di hujat yaa..” salamnya untuk sang sutradara, untukku ia hanya melihat mataku dan mewakili kekagumannya di sana (mata itu..).

Tuhan.. itulah awalnya masalah ini
aku yakin ini semua kehendakmu.. Termasuk didalamnya mempertemukan aku dengan Lika.

Tuhan.. aku tahu manusia diuji agar dapat naik menaikan derajatnya, hingga kau kirim Lika untuk melihat kesungguhanku. Aku sadar itu dan dapat menerimanya. Tapi Tuhan mengapa Kau lengkapkan dia dengan mata yang indah, mata yang mampu mengetarkan hatiku, merobohkan pagar-pagar pertahananku, dan enak saja masuk ke ruang-ruang kosong dalam diriku.

Aku takut ada persengkokolan untuk menjatuhkan diriku, konspirasi yang tidak menghendaki diriku berubah untuk menjadi lebih baik. Kadang-kadang kupikir ada malaikat yang takut kehilangan pekerjaan karena aku sudah tidak perlu dibimbing lagi, sekuat tenaga ia melakukan sesuatu agar aku terus tergelincir dan perlu bimbingan. Malaikat itu tahu kelemahanku yang paling dalam, dengan mata yang indah, karena hanya lewat mata orang dapat memerintah diriku.

Tuhan aku mohon padamu.. kuatkanlah rasa yang telah lebih dulu ada, jangan tumbuhkan lagi rasa yang baru.. aku tahu ini anugerahmu, aku tahu ini tidak akan saling membunuh didalam diriku, namun cukuplah bagiku dengan aku yang dulu.

Tuhan.. kalau tidak merepotkan berikanlah mukjizat pada diriku agar tidak melanggar komitment.. dan kalau bisa malam ini ya tuhan.. karena besok aku sudah berjanji dengan Lika untuk menghabiskan malam di puncak sembrani yang dingin dan berkabut.

Tuhan aku tidak dapat memaksamu.. jika Kau tak memberikan kuasa mukjizatMu, maka aku hanya maklukmu yang lemah.. tolong jangan salahkan aku bila tak sanggup memegang janji.

Tuhan saat ini hujanMu begitu indah.
Terimakasih atas segalanya..
Kau memang layak dipuja

Bumi Bengkulu, 21 Februari 2009


Hormat saya Abails


Nb: Tuhan tolong pecat malaikat yang telah berkonspirasi menjatuhkan aku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar