Jumat, 27 Januari 2012

ROBOT

Geta selalu punya kekhawatiran terhadap mesin, terutama benda-benda elektronik otomatis. Computer, televisi, air conditioner, dispenser dan handphone adalah benda-benda yang ia pikir merupakan konspirasi dari kekuatan tersembunyi. Sering ia terbangun dimalam hari hanya untuk melihat apakah jam wekernya berubah bentuk menjadi robot. Ya robot, mahluk yang ditakuti Geta saat ini adalah robot. Ia menerangkan padaku secara berbisik bahwa robot-robot kini sedang mengatur rencana untuk menguasai manusia. Dengan semangat namun tetap berbisik ia mencontohkan bagaimana handphone telah membuat manusia lebih menggantungkan diri pada benda kecil itu daripada berbicara langsung dengan manusia. “Tahukah kau?” katanya suatu hari, “ketika kita berbicara di handphone, sebenarnya kita sedang berbicara dengan robot !”.
Aku yang mendengarnya hanya tertawa. Tentu saja jaringan cellular diatur oleh mesin  kataku, dan yang lebih penting mesin-mesin diciptakan untuk mempermudah hidup manusia, seperti handphone itu. “ Jangan salah Yani !” katanya mengingatkan, “ kita yang berpikir bahwa mesin itu membantu, padahal tujuan mereka adalah menguasai !” bantahnya serius. “Ok..ok,” jawabku, “ lalu untuk apa mereka menguasai  manusia ?” tanyaku kesal. “ Itu yang aku belum tau,” jawabnya tanpa dosa karena telah membuatku kesal, “tapi perkumpulan kami sedang menyelidikinya,” lanjutnya dengan serius.

Oh ya, ternyata selain Geta ada beberapa orang yang sama paranoidnya dengan teman sablengku tersebut, menurut cerita Geta mereka rutin berkumpul setiap selasa malam dan menyusun rencana aksi untuk meghadapi serangan robot yang mereka yakini sewaktu-waktu akan datang. Sekali-kali masih menurut Geta, mereka menyerang basis-basis pertahanan robot baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Sebagai orang yang dianggap dekat oleh Geta, aku selalu menerima peringatan-peringatan langsung dari dirinya. Dan uniknya peringatan tersebut ia sampaikan lewat kertas yang sudah ia tulisi pesan dan diantar diantar oleh kurir. Dan gokilnya lagi kurir tersebut bertindak layaknya agen dalam film-film spy yang bertampang dingin dan mata tajam menghujam. Awalnya kau ngeri juga tapi lama kelamaan aku malah menganggapnya lucu ketika ketika kurir itu muncul, sedapat mungkin aku berusaha mengimbanginya sebagai agen mata-mata pula.

Jadilah ketika bertemu kami berpura-pura tidak saling mengenal, berbicara tanpa melihat, dan awas terhadap tempat-tempat tertentu yang mungkin dijadikan tempat transaksi pesan, karena bias dimana saja, kadang dalam lembaran buku, dibawah kaleng susu, atau di balik kaca toilet, yang pasti semuanya makin  menambah kesan misterius pertemuan. Walaupun geli tapi pesan-pesan dari Geta selalu ku temel di dinding-dinding, lumayan bias buat tertawa kalau aku sedang suntuk.

Tapi akhir-akhir ini aku merasa apa yang disampaikan oleh Geta mulai masuk akal. Aku mulai agak takut dengan benda-benda elektronik. Apa yang diucapkan Geta mulai terbukti kebenarannya, hal ini kualami ketika sedang menelepon mama, ternyata suara yang menjawab bukanlah suara mama, tetapi wanita lain. Begitu juga saat aku menelepon papa, suara perempuan yang sama juga menyahut diujung sana. Suara itu begitu khas dan tidak asing ditelingaku, kata-katanya begitu ku kenal, “maaf, nomor telepon tujuan anda sedang sibuk atau di luar jangkauan, …”. Keanehan tersebut sempat ku konsultasikan dengan Geta, “ ya, itulah robot, Yani, dan aku sudah tau bagaimana cara mereka menguasai manusia,” jawabnya ketika kutanyakan peristiwa yang ku alami.

“ bagaimana cara mereka Geta ?” tanyaku mulai khawatir. “ Mereka membuat manusia menjadi tergantung pada robot, dengan begitu mereka sedikit demi sedikit menguasai manusia,” jawab Geta sambil berbisik. “ Tahukah kau?  sekarang manusia sudah tergantung dengan mereka kira-kira 60%,” lanjutnya lagi. “Untuk apa mereka menguasai manusia Geta?” tanyaku mulai linglung karena tambah cemas. “besok Yani, besok kami mendapatkan jawabannya,” ucapnya  mencoba menenangkan, “kini aku harus pergi, hati-hatilah kau, karena bentuk robot sekarang susah dikenali, itu informasi terbaru yang ku dapatkan,” katanya sambil berlalu. “ Lalu bagaimana aku mengetahui ciri-ciri  robot itu?!” pekikku sebelum ia hilang. “ Suara ! robot tidak mempunyai intonasi suara manusia, suaranya datar seperti yang kau dengar di handphone kemarin,!” jawabnya sebelum betul-betul menghilang.

Aku sudah mulai gila pikirku keesokan harinya, bagaimana bisa aku mempercayai khayalan Geta yang dari dulu ngawur. Tidak ! tekadku, aku tak mau ikut-ikut sableng seperti Geta. Dunia akan tambah gila bila bertambah satu orang sableng.  Akhirnya untuk melupakan kecemasanku yang tidak beralasan sekaligus membuang jauh-jauh pikiran sableng Geta, siang ini kuputuskan untuk menghabiskan waktu dengan belanja dan makan di mal. Puas putar-putar pilih baju kuputuskan untuk menikmati makanan di fastfood waralaba Amerika. Seperti waralaba lainnya, kali inipun aku harus antri untuk mendapatkan ayam goreng kesukaanku. Kuhitung-hitung masih ada tiga orang lagi didepanku. Inilah resiko kalau pergi sendiri, pada saat antri begini tak ada kawan yang bisa diajak ngobrol. Sebenarnya lebih enak jika ada Geta, tapi kalau membayangkan cerita gilanya aku cepat-cepat membuang pikiran tersebut. Tapi memang anak tersebut kadang-kadang membuatku kangen, seperti tadi saat di supermarket, ketika sedang berada di depan kasir tiba-tiba bayangan Geta muncul sesaat.

“ Tak ada yang aba..di.. tak ada yang aba..di..”  tiba-tiba suara keren Ariel terdengar di handphone ku. Astaga ! layar di handphoneku bertuliskan GETA !, tumben pikirku heran,  padahal sudah lama Geta tidak menggunakan HP, tepatnya sejak virus robot menyerangnya. “ Hallo, tumben ta?” tanyaku heran campur geli. “ YANI ! INI PENTING !” teriak suara di ujung sana, “kami sudah tujuan robot-robot itu!,” lanjutnya tersenggal-senggal.  Busyet masih tentang robot  batinku. “ Ta, nanti aja ngomong robotnya ya, aku lagi antri nih,” balasku malas melayani sambil melihat antrian yang tinggal satu orang lagi.  “Mereka ingin menggantikan manusia Yan! mereka akan menyingkirkan kita!” pekik suara Geta menyakitkan gendang telingaku. “Ya..ya..ya.., nanti ya,” balasku malas dan ingin mengakhiri pembicaraan. “Mereka telah berubah bentuk menjadi manusia !!” pekiknya masih terdengar sesaat sebelum ku matikan. Dasar, gila kok ngajak-ngajak pikirku.  Antrian terakhir sudah berlalu di depanku, sekarang giliran aku memesan makanan kesukaan pada kasir di depanku ini.

“ Selamat siang mbak, ada yang bisa dibantu?” kata-kata yang teratur dikeluarkan sambil tersenyum oleh pelayan tersebut. Sebuah pelayanan standar. Aku menyebutkan bagian ayam yang ku mau berikut minumannya, pelayan tersebut mengulang apa yang barusan ku pesan dan rekannya secara terampil menyiapakan pesanan tersebut. “ Ada yang lain mbak ?” ucapnya sambil tersenyum menatap mataku, senyum yang sama. Aku menggeleng lalu pelayan tersebut muli menghitung, “ semuanya 28.500,” katanya. Aku mulai merasakan keanehan saat menyerahkan uang lima puluh ribuan, ia menerimanya dengan tersenyum, senyum yang sama. “ uangnya 50.000, kembali 21.500,” ucapnya sambil menyerahkan kembalian. Senyum yang sama, nada yang sama, cahaya mata yang sama, pelayan ini se..per..ti.. ROBOT!!

“Terimakasih atas kunjungannya, selamat siang,” pelayan tersebut masih tersenyum mengatakan hal tersebut sambil menyerahkan pesananku. Aku baru menyadari mata pelayan itu tanpa cahaya manusia, senyum dan kata-kata yang dikeluarkannya bukanlah dari hati tapi seperti sebuah program yang diputar berulang-ulang. Aku mulai ketakutan karena baru menyadari jika dari tadi aku sedang dilayani robot-robot. Robot yang bertugas membuka pintu, “ selamat siang silakan berkunjung ke kedai kami,” sambil tersenyum. Robot yang bertugas menyapu, “ maaf mengganggu makan anda,”sambil tersenyum. Dan yang satu ini, “  selamat siang mbak, ada yang bisa dibantu?” masih ku dengar saat aku beranjak meninggalkan kasir, itu juga robot.

Kini memoriku memutar kembali kejadian-kejadian yang kualami hari ini di toko pakaian, di depan toko elektronik, dan toko buku, bahkan aku mulai menghubungkannya dengan peristiwa yang sama saat aku berada di hotel, bank, dan restoran. Ternyata di tempat-tempat tersebut semuanya adalah robot, dan aku tidak bisa membayangkan di tempat-tempat lain yang aku yakin robot-robot itu sudah menyusup, aku menggigil ketakutan membayangkan hal tersebut. Robot, robot yang sering dicetikan Geta. Oh ya Geta, aku harus menghubungi Geta, cuma Geta yang pasti bisa menolongku. Keringat dingin mulai membasahi badanku, ku tekan cepat nomor handphone Geta. “ ayo Geta tolong aku,” bisikku harap-harap cemas, lalu setelah sekian detik menunggu, ““maaf, nomor telepon tujuan anda sedang sibuk atau di luar jangkauan, silakan mencoba beberapa saat lagi.”
Yogyakarta, 18 mei 2010
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar